KATA MEREKA [EPISODE 2]

KATA MEREKA [EPISODE 2]

Seorang wanita tangguh bernama ibu Sapinah (60 tahun), di usianya yang tak lagi muda, serta keadaan fisik yang tak lagi memadai, ibu Sapinah tetap bekerja keras untuk menyambung hidupnya. Seorang ibu yang berasal dari Jember, sudah lama merantau di Bali untuk mencari nafkah bersama dengan suaminya. Namun, ada kejadian na’as yang membuat ibu Sapinah harus kehilangan suami tercintanya.
Kejadian yang tak diinginkan waktu itu menimpa ibu Sapinah dan suaminya, hingga pada akhirnya sang suami meninggal serta kaki kiri ibu Sapinah mengalami pembengkakan tulang.

“Bapak sudah meninggal nak, sudah ndak ada, ibu sendirian disini, waktu itu kecelakaan, ketabrak motor. Ini kaki ibu sampai bengkok, makanya ibu bawa egrang biar bisa jalan” tutur ibu Sapinah.

Ibu Sapinah bekerja sebagai penjual bola anak-anak, dengan harga satuannya 15.000. Tempat berjualannya ialah di sekitaran jalan satu arah menuju puputan (Jl. Letda Made Putra). Ibu Sapinah berangkat dari rumahnya berjalan kaki menuju lokasi tempat berjualan pukul 14.00 WITA hingga 18.00 WITA.

“Jam 2 siang itu sudah berangkat, jalan kaki. Terus nanti jam 6 sore pulang, sholat dulu” tutur sang ibu.

Ketika dalam sehari jualannya tak laku, ibu Sapinah tidak pernah mengeluh, ia tetap mensyukuri, yang terpenting bagi dirinya adalah bisa makan 1x sehari saja sudah cukup.

“Meskipun sehari gak ada yang laku, ndak apa nak. Alhamdulillah, kadang besok atau besoknya lagi, lakunya banyak, rezekinya ya di hari itu” cerita ibu Sapinah sambil menampakkan senyumnya.

“Dulu pertama kali ada di kasih orang, tapi saya marah, karena tidak mau merepotkan. Tetapi saya di kasih tau sama orangnya kalau ini rezeki dr Allah, ga boleh di tolak. Jadi, saya tidak pernah menolak lagi, saya terima, alhamdulillah, disyukuri”  lanjut ibu Sapinah bercerita.

Bola anak-anak yang di jual oleh ibu Sapinah adalah mengambil sekaligus membeli di orang. Kerugian yang ditanggung ibu Sapinah ialah ketika bolanya mengalami kempes.

“Kalo rugi ya pas kempes aja nak, tapi kalau bola-bola yang ini gak bisa kempes, insyaa Allah. Yang penting itu saya bisa makan dan bisa buat bayar tempat untuk tidur (kost)” kata ibu Sapinah.

“Jualan bolanya mulai dr saya belum punya cucu, suami (bapak) masih ada, sampai sekarang saya sendirian disini. Bulan kemarin saya juga sempat pulang ke Jawa, nengok cucu 10 hari terus balik lagi kesini untuk berjualan” lanjut cerita ibu Sapinah.

Sang ibu sudah sering kali ditangkap oleh satpol PP, namun saat di kantor, petugas satpol PP membiarkan ibu Sapinah untuk kembali kerumahnya dengan barang-barangnya. Hingga pada akhirnya, petugas satpol PP tidak pernah lagi menangkap ibu Sapinah,  sudah tahu dan hafal dengan sang ibu.

“Pernah di tangkap satpol PP, sering sekali. Sampai hafal petugasnya sama saya. Cuman karena kasihan, alhamdulillah saya dikasi pulang dan barangnya boleh di bawa. Jadi, kalau saya ketemu sama satpol PP, saya nyapa, bapak satpol PP nya juga ramah” cerita ibu Sapinah dengan senyum ramahnya.

Itulah kisah singkat perjalanan ibu Sapinah, apabila ada yang bertemu dengan sang ibu, cobalah bantu beliau dan sapa dengan keramahan serta tutur kata yang baik. Anggap saja, apabila ibu Sapinah adalah ibu kita sendiri, apa kita tega membiarkannya seperti itu?

“Jangan pernah merendah hanya untuk meninggi, jangan pernah menyerah hanya untuk dikasihani, hidup kita yang menjalani, jadi sudah harus siap menanggung konsekuensi”

KATA MEREKA [EPISODE 1]

KATA MEREKA [EPISODE 1]

Bapak Sarimin asal Solo, penjual es tung-tung tradisional berusia 48 tahun. Sudah bekerja selama 28 tahun di Bali, dengan berdomisili di daerah jalan Pulau Biak, Denpasar. Bapak Sarimin berjualan di sekitar Sanglah, Jalan Diponegoro, Teuku Umar, Jalan Hasanuddin, dan jalan daerah rumahnya.

Sebelum pandemi, bapak Sarimin juga berjualan di sekolah-sekolah, namun karena pandemi tiba dan saat ini sekolah sedang libur, jadi bapak Sarimin berjualan keliling ke jalan-jalan, dan biasanya berhenti di Warung Genteng Biru (daerah Level 21) dari jam 14.00 – 16.00 WITA.
Mulai berjualan dari jam 11.00 WITA sampai jam 18.00 WITA. Penghasilan bersih yang dihasilkan rata-rata 80.000 /hari. Tetapi, sebelum pandemi bapak Sarimin bisa mendapatkan 100.000 – 150.000 /hari.

Kerugian yang pernah pak Sarimin alami ialah ketika sedang musim hujan, karena musim dingin jadi jualannya tidak laku. Dari kerugian itu, biasanya jualan pak Sarimin terpaksa harus di buang, karena tidak tahan lama. Namun, sebelum di buang pak Sarimin juga menawarkan dan memberikan jualannya ke tetangga atau orang-orang yang mau.

“Tapi ya gimana, kalau ndak ada yang mau terpaksa di buang” katanya.

Pengalaman-pengalaman selama di Bali membuat bapak Sarimin belajar akan kehidupan yang keras ini, beliau sudah pernah berkejar-kejaran dengan satpol PP, apabila sakit hanya bisa merawat dirinya sendiri,membutuhkan bantuan tetangga untuk membelikan obat.

Beliau mengatakan bahwa tantangan terbesar saat ini adalah bisa bersaing dengan penjual-penjual es yang terkenal dan sudah memiliki nama produk. Namun, beliau tidak pantang menyerah, pak Sarimin tetap berjualan dengan keyakinan yang dimilikinya.

“Ya, meskipun banyak saingannya, saya harus tetap berjualan dengan bahan-bahan alami atau asli agar kualitasnya juga bagus dan baik untuk kesehatan” kata Pak Sarimin.

Hasil yang didapatkan bapak Sarimin selama berjualan es Tung-tung di Bali selama 28 tahun adalah bisa memiliki tanah dan rumah di kampung halamannya, menyekolahkan kedua anak nya, dan pastinya membahagiakan keluarganya.

Sebelum berjualan sebagai penjual es tung-tung di Bali, pak Sarimin pernah bekerja di Jakarta selama 13 tahun sebagai penjual bakso (ikut orang), saat bapak Sarimin masih menginjak bangku SMA.

Apabila dari para pembaca yang ingin membantu bapaknya dan ada acara tertentu, bisa memesan es tung-tung ke:
Telp: 087862258544
Jenis:
– premium (tekstur lembut) /panci es (700k)
– sedang /panci es (500k)

Memakai bahan 100% alami.

“Manfaatkan dan gunakan teknologi dengan sebaik-baiknya”

Lupa yang Disengaja

Lupa yang Disengaja

Dulu, apa kau masih ingat, pertemuan pertama kita yang masih terlihat asing dan tak berkesan.

Semakin hari semakin memperlihatkan suatu keunikan. Meskipun saling menatap pun rasanya tak ada apa-apa.

Suatu ketika, kita dipertemukan dalam kejadian yang tak diduga. Saling menatap dan menampakkan senyum terbaik.

Perlahan-lahan yang namanya sebuah rasa muncul ke alam sadar, berbaris rapi dalam perasaan, dan tersimpan dalam sebuah memori.

Pengalaman demi pengalaman yang membuahkan hasil, kata akrab rasanya ada di antara kita.

Ingin lebih mengenal dan saling mengungkapkan rasa. Indah ya..

Saat ini? Jangankan saling mengirim pesan, ingin mengetik saja rasanya sudah tak penting. Bagimu..

Ya, bagimu. Aku adalah sesosok pengganggu yang hanya memanggil mu pada memori masa lalu. Membuatmu menyesal sudah mengenalku saat itu.

Begitu mudahnya kau melupakanku, meninggalkan cerita yang sempat kita lalui, mengabaikan pesan yang dulu adalah hal yang paling utama kau tunggu, membiarkan telepon berdering lama tanda kau sudah tak ingin lagi berbicara denganku.

Kau sengaja ingin melupakanku? Semudah itu. Hanya karena sebuah keputusan yang ku ambil waktu itu. Kau merasa sangat tersakiti dengan adanya diriku saat ini?

Baiklah, jika memang itu yang kau mau. Aku akan kembali pada perasaan yang dahulu sama sekali aku tak memiliki rasa itu. Kembali asing dan benar-benar melupakanmu.

Terimakasih sudah pernah ada dan singgah, tugas kali ini hanyalah melupakan dengan sengaja. Karena rasanya itu jalan terbaiknya.

Rasa yang Bertahan

Rasa yang Bertahan

Mencoba memulai mengawali sebuah rasa yang sudah diketahui risikonya, karena saling suka dan jatuh cinta.

Sampai pada akhirnya, kita menyudahi. Meskipun mungkin rasa masih tetap ada dalam hati.

Seiring berjalannya waktu, mencoba untuk mengikhlaskan adalah salah satu cara untuk mengurangi kuantitas sebuah rasa.

Namun, ternyata semakin mencoba untuk mengikhlaskan, kualitas rasa semakin bertambah, meskipun mungkin kuantitasnya sedikit berkurang.

Ya, aku belum bisa untuk menghapus rasa-rasa ini, rasa yang sempat kita miliki bersama. Rasa yang kau ciptakan pada setiap pertemuan kita. Rasa yang hadir untuk belajar sebuah arti setia.

Tetapi ternyata, sepertinya hanya aku yang bertahan untuk rasa ini. Rasa yang mungkin saat ini tidak kau kenali lagi. Rasa yang sudah terabaikan dan tak kau pedulikan.

Tak apa, biarkan saja. Cukup aku yang merasakan beratnya bertahan. Selagi itu bisa membuat mu bahagia, dengan segera, aku pun pasti juga akan merasakan bahagia itu.

Masih Ada

Masih Ada

Memang tak semudah itu untuk melupakan mu yang pernah ada.

Yang pernah menetap dan singgah dalam sekeping hati.

Berpaling saja rasanya tak mampu, karena aku dan kamu seperti telah menyatu.

Namun, semua itu ternyata halu, karena kita tak pernah bisa menduga tentang sebuah rencana.

Aku dan kamu yang ingin menjadi kita, tiba-tiba saja hanya menjadi teman yang saat ini tak pernah ada.

Hilang secara tiba-tiba, kamu dengan kesibukanmu, dan aku dengan rutinitasku.

Tetapi, rasa ini masih tetap ada, ia belum ingin untuk hilang dan sirna, berbaur dengan sekitar, berkenalan dengan rasa yang lain.

Rasa yang masih setia, meskipun mungkin sudah tak sama, karena kamu lebih memilih untuk segera, meninggalkan rasa dan melupakan kisah kita.

Hanya Sekadar Harapan

Hanya Sekadar Harapan

Terkadang aku masih bertanya-tanya, mengapa waktu itu dengan mudahnya mengatakan tentang sebuah rasa ikhlas.

Padahal nyatanya, melepas mu saja aku tak kuasa melakukannya.

Antara sebuah harapan dan paksaan yang harus ku jalani beriringan.

Hingga akhirnya harapan itu hanya sekadar kata harapan.

Saat itu juga, ternyata kau berhasil membuatku menangis sejadi-jadinya. Dengan ungkapan yang sudah terlanjur aku sampaikan dan sebuah rasa pasrah yang kau tunjukkan.

Harapan untuk selalu bersama seketika pupus, cukup menjadi angan dan sebatas kenangan.

Kau lebih memilih pergi dan meninggalkan dibandingkan tetap berada di sampingku yang saat itu sangat membutuhkan mu.

Namun, apalah daya aku tak dapat memaksakan kehendak yang sudah kau pilih dan tentukan saat itu juga.

Mengiyakan dengan rasa bimbang, hanya demi berusaha belajar untuk mengikhlaskan dengan segera.

Jika saja waktu itu kau tahu aku sangat ingin memelukmu, menangis bersamamu, dan menikmati momen itu untuk terakhir kalinya.

Mungkin saja harapan ini masih bisa menjadi nyata.

Aku Masih Rindu

Aku Masih Rindu

Apa aku berlagak seperti anak kecil?
Yang terlihat seperti meronta-ronta mengungkapkan setiap rasa rinduku itu?


Yang hanya kau balas dengan kata semangat seakan kau sudah tidak memperdulikannya lagi.


Apa aku terlihat seperti main-main dengan sebuah perasaan yang hanya karena aku lebih memilih berhenti untuk menjalani hubungan yang selama ini baik-baik saja bersamamu?


Apa dengan mudahnya kau lupakan itu semua?
Hingga saat ini kau selalu membalas pesanku dengan sebuah senyuman.


Ingin terlihat kuat dan baik-baik saja? Seakan kau tidak ingin peduli lagi dengan perasaan itu.


Apa aku yang memang lemah harus merasakan terus menerus perasaan ini?


Kata rindu ini bukan lagi tentang “aku merindukanmu” tetapi lebih kepada “aku masih merindukanmu”.


Mungkin rasanya sudah tak pantas aku merasakan hal itu, tetapi aku tak ingin membohongi perasaanku sendiri.


Tak semudah itu aku berucap bahwa “kita harus sama-sama belajar mengikhlaskan”, namun rasanya aku tak siap mengatakan itu.


Rasa nyaman sudah menginap dalam memori dan perasaanku, namun untuk bertahan?


Keadaan yang membuat kita harus merasakan ini.


Mencintai tanpa harus memiliki.
Perjalanan akan hal rasa yang belum pernah aku temui sebelumnya.


Aku pikir, kau adalah seseorang yang akan menjadi terakhir kalinya untuk aku miliki.


Namun, ternyata keadaan tak mendukung itu.


Kita harus rela mengorbankan perasaan demi sebuah keyakinan.


Dan saat ini, aku masih berharap untuk bisa bersamamu.


Meski mungkin itu hanyalah sebuah khayalanku.

ANNOUNCEMENT

ANNOUNCEMENT

Yuk yang mau ikutan PO nya. Free ongkir wilayah Denpasar + free ttd asli penulis.

Untuk wilayah diluar Denpasar dan wilayah Indonesia akan dikenakan ongkir sesuai harga ekspedisi kurir yang dipilih ya ❤

Format pemesanan:

Nama lengkap:
Alamat lengkap :
No hp:
Jumlah pemesanan:
JNE/J&T/POS:

Mohon bantuan sharenya juga ya guys, semoga dapat bermanfaat.