
Seorang wanita tangguh bernama ibu Sapinah (60 tahun), di usianya yang tak lagi muda, serta keadaan fisik yang tak lagi memadai, ibu Sapinah tetap bekerja keras untuk menyambung hidupnya. Seorang ibu yang berasal dari Jember, sudah lama merantau di Bali untuk mencari nafkah bersama dengan suaminya. Namun, ada kejadian na’as yang membuat ibu Sapinah harus kehilangan suami tercintanya.
Kejadian yang tak diinginkan waktu itu menimpa ibu Sapinah dan suaminya, hingga pada akhirnya sang suami meninggal serta kaki kiri ibu Sapinah mengalami pembengkakan tulang.
“Bapak sudah meninggal nak, sudah ndak ada, ibu sendirian disini, waktu itu kecelakaan, ketabrak motor. Ini kaki ibu sampai bengkok, makanya ibu bawa egrang biar bisa jalan” tutur ibu Sapinah.
Ibu Sapinah bekerja sebagai penjual bola anak-anak, dengan harga satuannya 15.000. Tempat berjualannya ialah di sekitaran jalan satu arah menuju puputan (Jl. Letda Made Putra). Ibu Sapinah berangkat dari rumahnya berjalan kaki menuju lokasi tempat berjualan pukul 14.00 WITA hingga 18.00 WITA.
“Jam 2 siang itu sudah berangkat, jalan kaki. Terus nanti jam 6 sore pulang, sholat dulu” tutur sang ibu.
Ketika dalam sehari jualannya tak laku, ibu Sapinah tidak pernah mengeluh, ia tetap mensyukuri, yang terpenting bagi dirinya adalah bisa makan 1x sehari saja sudah cukup.
“Meskipun sehari gak ada yang laku, ndak apa nak. Alhamdulillah, kadang besok atau besoknya lagi, lakunya banyak, rezekinya ya di hari itu” cerita ibu Sapinah sambil menampakkan senyumnya.
“Dulu pertama kali ada di kasih orang, tapi saya marah, karena tidak mau merepotkan. Tetapi saya di kasih tau sama orangnya kalau ini rezeki dr Allah, ga boleh di tolak. Jadi, saya tidak pernah menolak lagi, saya terima, alhamdulillah, disyukuri” lanjut ibu Sapinah bercerita.
Bola anak-anak yang di jual oleh ibu Sapinah adalah mengambil sekaligus membeli di orang. Kerugian yang ditanggung ibu Sapinah ialah ketika bolanya mengalami kempes.
“Kalo rugi ya pas kempes aja nak, tapi kalau bola-bola yang ini gak bisa kempes, insyaa Allah. Yang penting itu saya bisa makan dan bisa buat bayar tempat untuk tidur (kost)” kata ibu Sapinah.
“Jualan bolanya mulai dr saya belum punya cucu, suami (bapak) masih ada, sampai sekarang saya sendirian disini. Bulan kemarin saya juga sempat pulang ke Jawa, nengok cucu 10 hari terus balik lagi kesini untuk berjualan” lanjut cerita ibu Sapinah.
Sang ibu sudah sering kali ditangkap oleh satpol PP, namun saat di kantor, petugas satpol PP membiarkan ibu Sapinah untuk kembali kerumahnya dengan barang-barangnya. Hingga pada akhirnya, petugas satpol PP tidak pernah lagi menangkap ibu Sapinah, sudah tahu dan hafal dengan sang ibu.
“Pernah di tangkap satpol PP, sering sekali. Sampai hafal petugasnya sama saya. Cuman karena kasihan, alhamdulillah saya dikasi pulang dan barangnya boleh di bawa. Jadi, kalau saya ketemu sama satpol PP, saya nyapa, bapak satpol PP nya juga ramah” cerita ibu Sapinah dengan senyum ramahnya.
Itulah kisah singkat perjalanan ibu Sapinah, apabila ada yang bertemu dengan sang ibu, cobalah bantu beliau dan sapa dengan keramahan serta tutur kata yang baik. Anggap saja, apabila ibu Sapinah adalah ibu kita sendiri, apa kita tega membiarkannya seperti itu?
“Jangan pernah merendah hanya untuk meninggi, jangan pernah menyerah hanya untuk dikasihani, hidup kita yang menjalani, jadi sudah harus siap menanggung konsekuensi”